Pengagum Rahasia
Malam itu sedingin malam ini. Rintik gerimis juga
menyapa sekaku ini. Tapi, aku tersenyum saja. Kilat-kilat menantang di pusara
langit tak menyiutkan nyaliku untuk beranjak kekampus, menembus gerimis yang
beku.
Ehm,
luruskan niat..” tersenyum-senyum Zaki mendahului langkahku. Jaket kulit
lawasnya di gunakan untuk melindungi dirinya dari gerimis hujan yang turun. Aku
tergagap, dan segera menjajari langkahnya.
“Ahh, bisa saja.” Wajahku pias meranum merah muda
tak berani menatap zaki yang rupanya telah memegang “kunci”ku.
Aku sungguhan lo Wan. Kata Zaki, innamal a’maalubinniyyaat. Segala perbutan
itu tergantung niatnya. Lalu, membaca hadits tentang niat itu secara full. Gitukan haditsnya?
Astagfirullah….ihh ngeselin banget sih
Zaki,gerutu Hadwan dalam hati. Merusak mood banget.
Oh, lima detik. Zaki mendahului langkahku lima
meter di depan. Aku berbalik arah menuju kamar kosku menembus udara yang kian
dingin di balut butir-butir gerimis.
Zaki baru meyadari kepergianku setelah sepuluh
detik kemudian. Lalu, berbalik berteriak keras memanggilku “Hadwan mau
kemana?!..” aku hanya berbalik sejenak melambaikan tangan kepadanya lalu
meneruskan langkahku.
Aku tak jadi mengikuti kajian yang di adakan di
kampus pada malam tersebut. Ketika pulang, Zaki memasang tampang cemberut, masambenar. Aku pura-pura
tak melihatnya dan tetap melanjutkan mengerjakan tugas kuliahku.
Lima menit kemudian, karena sudah tidak tahan
lagi zaki menggulirkan cecaran kalimat-kalimat kesalnya. Aku mengangkat muka
berusaha mengambil pulpen yang berhasil di rebut Zaki daritanganku.
Kenapa?!
Kamu marah karena aku mengingatkanmu?!
Kamu marah karena sahabatmu ini terus menasehatimu?! Kau..”
Hadwan menggeleng geleng sambil terus berusaha
mengambil pulpen dari tangan zaki.
“Tidak,tidak..”
Tapi, kenapa kamu pulang,kenapa tidak ikut kajian
rutinan? Kamu marah? Sambil melempar pulpen yang di pengang kea rah kasur dan
memutusakan tidur di ruang tamu,tak bicara denganku hingga esok harinya.
Hadwan melongo, terdiam berdiri di
tempatnya.mengapa justru dia yang marah?.
***
Keesokan harinya, ternyata zaki masih marah.
Akhirnya, aku mencari cara agar zaki tidak lagi marah.karena aku tidak tahan
berdiam diri lama-lama dengan siapa pun terutama sahabatku.
Dimalam harinya ku temui zaki yang sedang
berbaring menghadap tembok pura-pura tidur, kukibaskan nasi goreng kesukaannya
di dekat mukanya.zaki menggeliat, sedikit. aku tersenyum. dan kembali kukibaskan nasi goreng itu lebih
kenceng.
Aku baru dapat honor aku traktir kamu ya malam
ini. Kataku
Zaki tak bereaksi.tapi, setidaknya mukanya tidak
semasam kemarin malam. Akhirnya, malam itu zaki dan hadwan
berbaikan.
***
Di kampus, kegiatan festival islamic yang akan diadakan dua bulan lagi oleh lembaga
dakwah kampus(LDK) dan Hadwan yang di angkat sebagai ketua pelaksana kegiatan.
Tiba-tiba ingin mengundurkan diri.
Dengan langkah memeburu. hadwan kemabali ke kamar
kos nya menemui sahabatnya zaki, ia menarik zaki yang sedang terpaku di depan
kumpulan cerpen terbaruku.
Zaki menatapku kebingungan.
“Zaki kamu harus
membantuku,” ucap hadwan dengan napas tersengal.
Zaki belumbertanya
apapun,aku pun kembali meneruskan kata-kataku. “kau harus menggantikanku
sebagai ketua pelaksana diacara festival islamic nanti.”
Zaki terbelalak.
“kenapa?!”
“Pokoknya kamu harus
gantikan aku!”
Titik. Hadwan yang bagai tidak mau tahu keadaan zaki yang
bersedia atau tidak, tidak peduli pada segenap kebingungannya.dan tak
menjelaskan apa-apa. Aku langsung menuju ke kamar mandi mengambil air wudhu dan
segera melaksanakan sholat sunnah dhuha. Bedzikir dengan khusyuk diatas sajadah.
Setelah sholat, hadwan membaca surat proposal
pengajuan dana yang diberikan zaki. Proposal yang sudah tersusun rapi, dan
rencana akan segera di bagikan ke beberapa sponsor.
“aku tidak berpengalaman soal beginian,” keluh
zaki sambil membolak balikkan proposal yang sudah diberikan kepada hadwan lima
menit yang lalu. Dan aku tidak pernah manjadi ketua pelaksana sebelumnya
terlebih lagi ini untuk acara yang besar. Kata zaki kembali mengeluh
Pada pertemuan siang tadi hadwan sudah mengajukan
pengunduran diri ke ketua LDM akh Koko. Meski berat, dia menerimanya.
Zaki yang bagai tertimpagunung terbesar akhirnya
resmi menjadi ketua pelaksanayang baru, menggantikan posisiku. ia kembali
mengeluh dan aku berusaha menasehatinya. “amanah itu jangan di cari.tapi bila
amanah datang jangan lari.”
Zaki segera menatapku dengan tatapan yang
seram,lalu menarik sebelah telingaku. “lantas apa bedanya denganmu? Melepaskan
amanah ini.”
“aku punya alasan, kontarakku dengan penerbit
butuh perhatian bulan-bulan ini. Kata hadwan yang mencoba memberi alasan karena
profesinya sebagai penulis.
Zaki meletakkan proposal diatas meja,terus mencengkeramku.
“jangan mencoba beralasan denganku aku tahu
alasan kamu sebenarnya.”tatapan zaki begitu tajam. ternyata zaki bisa membaca
lembaran-lembaran catatan rahasia yang telah aku simpan pada lorong-lorong
hatiku.
“Bukankah kau yang bilang innamal a’maalu
binniyaat? Aku takut niatku terkotori dengan berada di kepanitiaan yang
sama dengannya. Dan karena alasan ini pula aku membatalkan untuk ikut kajian
malam tempo lalu.”
“aku takut niatku tak lurus, bukan lagi karena
Allah,tapi karena ada dia,” suaraku melemah.
***
Hasya…
Wanita sholihah yang aku tak sengaja bertemu
dengannya di sudut pertigaan jalan, kami tak sengaja bertabrakan. Cukup keras
yang membuat plastic yang berisi buku iqro yang di bawah jatuh berhamburan di
jalan raya. saat itu hujan cukup deras, sehingga banjir ada di mana-mana.
“astagfirullah” lirihnya
“Maaf mas” katanya sambil menangkupkankedua
tangannya di depan muka,sambil menunduk.
Aku pun menunduk membantunya memungut
barang-barangnya yang jatuh. Dan menyerahkannya sambil berucap bukunya basah.
Ia tak menyahut hanya mengangguk.mengambil buku-buku iqro yang sudah
akukumpulkan dan memasukknya kembali ke plastik sekali lagi mengucap maaf lalu
pergi.
Wanita sholehah itu ternyata memiliki TPA dan
satu kampus denganku dan dia juga yang
menyukai karya tulisku sehingga mengoleksi dan menyimpannya memenuhi rak
bukunya. Begitulah yang aku dengar zaki yang sudah dekat dengannya krena
sama-sama menjadi panitia di acara
Islamic festival.
Setiap kali kami bertemu,buru-buru kami menunduk.
Ahh perasaanku saja mungkin saja dia melakukannya pada semua pria ghadul bashar karena aku tak pernah
punya nyali untuk memperhatikannya ketika bertemu siapa-siapa, pasti akulah
yang mengalihkan pandangan meskipun dari kejauhan.
Pernah di suatu hari aku sudah berniat untuk
menikah dan mengkhitbah hasya.tapi niatku ku urungkan karena umurku masih
sangat muda waktu itu, dan juga masih kuliah belum berpenghasilan yang banyak,
masih mengandalkan honor dari karya tulisku,di tambah lagi harus melunasi biaya
operasi kanker Rahim ibu saat ini.
Sejak hari keberangkatanku dari rumah menemani
ibu sampai selesai operasi, aku seperti mendapat energi berkali-kalilipat dari
biasanya.mendapat energy untuk menulis lebih giat,membongkar pasang macam-macam
alat eletronik yang di titipkan teman-teman kepadaku.sebagian uang
kukirimkankepada ibu dan sebagiannya ku sisihkan untukkuliah.
Akibat semangatnya mencari uang alu mencoba
profesi lain.mencoba membuka lapangan kerja sendiri.membuka perpustakaan,
menyewakan buku di sekitar kampus.ide bagus!
Kenalan-kenalan dari penerbit buku juga dengan
senang hati siap mengsponsori usaha baruku. Perpustakaan pribadi itu ku namakan
Al-Fatih.nama dari seorang tokoh yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi. Yang
berhasil membawa umat islam dalam kemengan menaklukkankota konstantinopel yang
jaya dalamcatatan sejarah pemuda islam.dan semakin hari omset perpustakaan
itupun semakin meningkat.
***
hari ini. Akhirnya waktu itupun tiba.aku telah
menyelesaikan segala urusan mahasiswa tingkat akhir sudah pula menyelesaikan
seminar dan sebagainya. Tinggal menunngu prosesi wisuda.
Sudah saatnya aku menceritakn perasaanku ini
kepada ibu, perasaan yang selama ini aku pendam. Dan selama itu pula aku selalu
menjaga hati ini untuknya.
Tuuutt..tuuuttt..hubungan telepon ibu lama sekali
tersambung,aku semakin tak sabar, hingga akhirnya.
“assalamualaikum”
“waalaikumsalam. Hadwan, anakku,” suara ibu
parau. lalu diam, sepi beberapa lama.
“kau sudah melalui sidangmu nak? Ibu senang.”
Lalu diam lagi. Ibu sangat terharu.
“IP-mu cumlaude
ya nak? Ibu bangga.”
Aku hanya mengangguk-angguk. Entahlah, perasaanku
tidak beraturan. Jantungku berdebar dengan sangat keras. tidak sabar untuk segara
menceritakan tentang gadis sholihah itu kepada ibu.
“ibu menantikan hari ini nak…”
Hadwan pun sangat menantikan hari ini bu..
“bolehkah ibu meminta sesuatu?”
Tak sampai satu detik,”tentu, tentu, ibu.. apapun
itu Hadwan akan penuhi.”
“Ibu ingin kamusegeramenikah, nak.”
Deg!! Ibu seperti mengetahui isi pikiranku.
“kau sudahmenemuka putri itu?”
Aku semakin gemetaran.
“kau sangat pemalu,nak.” Suara ibu menjadi
gembira.
Tapi, tenanglah..ibu sudah menemukannya. Dia
gadis yang cantik,baik,ramah,berpendidikan, dan yang terpenting dia pandai
mengatur uang, dia lulusan ekonomi, suara ibu berubah girang. Sedangkan aku,
perasaanku sudah tak karuan.
“kau memang benar-benar pemalu. Ahh..sudahlah ibu
sudah menceritakan tentangmu kepadanya,Hadwan. Kau tahu dia juga tipe perempuan
yang tidak memilih milih pasangan, sama seperti kamu nak. Dan dia juga sudah
menyetujui untuk menikah denganmu.”
Rabbi…
Ibu masih berucap-ucap panjang lebar, entah apa
lagi yang di ucapkan.aku sudah tak kuasa
lagi untuk mendengarnya. Hingga ibu kembali berkata,
“aku begitu dekat dan cocok dengannya. Kau
bersedia menikah dengan wanita pilihan ibu?”
Mungkinkah..mungkinkah aku menolak kainginan ibu
dan melupakan dia yang selama ini aku kagumin. Sementara sebelum satu jam tadi
bibi memeberitahukan sakit kanker ibu
sudah mencapai stadium empat. Dan sekarang masih terbaring di rumah sakit.
Yahh,,dalam hidup, kadang kita harus menerima
bahwa tidak semua harapan jadi kenyataan. Dan yang di butuhkan adalah kerelaan
dan keikhlasan. Karena apapun yang di gariskan Allah untuk kita itulah yang
terbaik.
Kembali ke kampung halaman dan merajut cinta
bersama wanita pilihan ibu,itulah pilihan terakhirku. Tak ada apapun yang yang
lebih membahagiakan di dunia ini kecuali melihat mereka yang di cinta
berbahagia. Ibu, dialah malaikat pelindungku selama ini.
“Aku ikhlas yaa rabb..” lirihnya dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar